ELECTANEWS, NTB - Pengarustamaan gender yang mengarahkan untuk menguatkan hak yang setara antara permpuan dan laki-laki tengah masuk dalam seluruh segi kehidupan yang ada pada masyarakat dunia.
Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) menetapkan Pengarustamaan gender sebagai Strategi agar kebutuhan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi bagian tak terpisahkan dari desain, implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan dan program dalam seluruh lingkup politik, ekonomi, dan sosial, sehingga perempuan dan laki-laki sama-sama mendapatkan keuntungan, dan ketidakadilan tidak ada lagi.
Salah satu yang menjadi fokus utama dari pengarustamaan gender adalah saat ini dalam bidang politik, derasnya dukungan untuk memastikan keterlibatan perempuan dalam hal politik dengan tujuan memastikan setiap kebijakan politik yang dikeluarkan pro terhadapa kepentingan perempuan di dunia, maka tidak heran saat ini bermunculan berbagai tokoh politik besar dari kalangan perempuan yang terhangant adalah hilary clinton, kemunculan sebagai salah satu kandidat calon presiden Amerika yang meskipun pada akhirnya kalah, semakin memperkuat eksistensi perempuan dalam kancah perpolitikan.
Keterlibatan perempuan dalam perpolitikan di Indonesia juga mulai signifikan, dimulai dengan munculnya Megawati Soekarnoputri sebagai presiden perempuan pertama di Indonesia membuktikan jika ada eksistensi perempuan dalam perpolitikan Indonesia, yang selama di stigma didominasi oleh laki-laki.
Adanya peraturan batas minimum 30% kuota perempuan dalam parlemen yang meskipun sampai saat ini belum terpenuhi, menunjukan keberpihakan pengambil kebijakan di Indonesia dalam memastikan keterlibatan perempuan dalam kancah perpolitikan di Indonesia.
Terbaru munculnya beberapa sosok politisi perempuan berprestasi seperti walikota Surabaya Tri Rismarini, menteri Kelautan dan perikanan ibu Susi dan menteri sosial ibu Khofifah, meyakinkan jika sebenarnya perempuan memiliki potensi yang sebenarnya tidak kalah dengan laki-laki dalam hal politik. Ditambah dengan perubahan sistem pemilihan kepala daerah dari sistem pemilihan tidak lansung melalui DPRD menjadi pemilihan lansung oleh rakyat, memperbesar kesempatan perempuan untuk tampil menjadi pemangku jabatan politik setingkat pimpinan kepala daerah di Indonesia.
Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai salah satu provinsi yang akan segera menyelenggarakan pemilihan kepala daerah, juga tengah masuk dalam tren untuk memunculkan kandidat perempuan sebagai salah satu calon gubernur. Kondisi sosial masyarakat NTB yang sangat erat dipengaruhi oleh ajaran agama islam dan sistem masyarakatnya yang patriarki, membuat banyak pihak menduga akan sulit untuk calon perempuan bersaing dalam pemilihan kepala daerah yang akan datang.
Namun dugaan ini masih sangat prematur, walaupun masuk akal namun sulit untuk bisa dijadikan acuan membenarkan sulitnya peluang dari calon gubernur perempuan bersaingdalam pilkada NTB tahun 2018 ini, karena jika mengacu dari komposisi jumlah penduduk yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik NTB , jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki dan jika kita menggunakan beberapa hasil penelitian yang menyebutkan bahwa preferensi calon pemilih dalam menentukan pilihan politiknya adalah dengan mencari kesamaan yang ada antara dirinya dengan kandidat pilihanya, maka potensi pemilih dari kalangan perempuan di NTB bisa mengarahkan pilihan kepada kandidat perempuan, yang sampai saat ini baru memunculkan satu nama yaitu DR. Siti Romhi Djalilah, dengan ini bisa dikatakan ada peluang besar bagi kandidat perempuan bersaing dalam pilkada NTB tahun 2018 ini.
Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) menetapkan Pengarustamaan gender sebagai Strategi agar kebutuhan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi bagian tak terpisahkan dari desain, implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan dan program dalam seluruh lingkup politik, ekonomi, dan sosial, sehingga perempuan dan laki-laki sama-sama mendapatkan keuntungan, dan ketidakadilan tidak ada lagi.
Salah satu yang menjadi fokus utama dari pengarustamaan gender adalah saat ini dalam bidang politik, derasnya dukungan untuk memastikan keterlibatan perempuan dalam hal politik dengan tujuan memastikan setiap kebijakan politik yang dikeluarkan pro terhadapa kepentingan perempuan di dunia, maka tidak heran saat ini bermunculan berbagai tokoh politik besar dari kalangan perempuan yang terhangant adalah hilary clinton, kemunculan sebagai salah satu kandidat calon presiden Amerika yang meskipun pada akhirnya kalah, semakin memperkuat eksistensi perempuan dalam kancah perpolitikan.
Keterlibatan perempuan dalam perpolitikan di Indonesia juga mulai signifikan, dimulai dengan munculnya Megawati Soekarnoputri sebagai presiden perempuan pertama di Indonesia membuktikan jika ada eksistensi perempuan dalam perpolitikan Indonesia, yang selama di stigma didominasi oleh laki-laki.
Adanya peraturan batas minimum 30% kuota perempuan dalam parlemen yang meskipun sampai saat ini belum terpenuhi, menunjukan keberpihakan pengambil kebijakan di Indonesia dalam memastikan keterlibatan perempuan dalam kancah perpolitikan di Indonesia.
Terbaru munculnya beberapa sosok politisi perempuan berprestasi seperti walikota Surabaya Tri Rismarini, menteri Kelautan dan perikanan ibu Susi dan menteri sosial ibu Khofifah, meyakinkan jika sebenarnya perempuan memiliki potensi yang sebenarnya tidak kalah dengan laki-laki dalam hal politik. Ditambah dengan perubahan sistem pemilihan kepala daerah dari sistem pemilihan tidak lansung melalui DPRD menjadi pemilihan lansung oleh rakyat, memperbesar kesempatan perempuan untuk tampil menjadi pemangku jabatan politik setingkat pimpinan kepala daerah di Indonesia.
Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai salah satu provinsi yang akan segera menyelenggarakan pemilihan kepala daerah, juga tengah masuk dalam tren untuk memunculkan kandidat perempuan sebagai salah satu calon gubernur. Kondisi sosial masyarakat NTB yang sangat erat dipengaruhi oleh ajaran agama islam dan sistem masyarakatnya yang patriarki, membuat banyak pihak menduga akan sulit untuk calon perempuan bersaing dalam pemilihan kepala daerah yang akan datang.
Namun dugaan ini masih sangat prematur, walaupun masuk akal namun sulit untuk bisa dijadikan acuan membenarkan sulitnya peluang dari calon gubernur perempuan bersaingdalam pilkada NTB tahun 2018 ini, karena jika mengacu dari komposisi jumlah penduduk yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik NTB , jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki dan jika kita menggunakan beberapa hasil penelitian yang menyebutkan bahwa preferensi calon pemilih dalam menentukan pilihan politiknya adalah dengan mencari kesamaan yang ada antara dirinya dengan kandidat pilihanya, maka potensi pemilih dari kalangan perempuan di NTB bisa mengarahkan pilihan kepada kandidat perempuan, yang sampai saat ini baru memunculkan satu nama yaitu DR. Siti Romhi Djalilah, dengan ini bisa dikatakan ada peluang besar bagi kandidat perempuan bersaing dalam pilkada NTB tahun 2018 ini.
Tentu ini dugaan yang masih sangat mentah perlu dilihat lagi beberapa jumlah penduduk perempuan di NTB yang terdaftar sebagai pemilih, namun setidaknya dugaan ini menjadi mementahkan dugaan, akan sulitnya kandidat perempuan bersaing pada pilkada NTB 2018.
Ditambah dengan fakta bahwa sampai sejauh ini tidak ada fatwa atau ajaran dalam agama islam yang secara jelas menyatakan bahwa memilih calon pemimpin perempuan adalah haram hukumnya menambahkan besar peluang untuk terpilihnya gubernur dari kalangan perempuan.
Yang terpenting bagi NTB saat ini adalah memilih Gubernur yang bisa melanjutkan progres positif yang sudah dicapai gubernur sebelumnya yaitu Tuan Guru Bajang (TGB), yang disebut membawa NTB ke dalam track mensejajarkan diri dengan provinsi lain di Indonesia. Maka yang harus menjadi fokus pembahasan adalah kapasitas yang bersangkutan, bukan jenis kelaminnya, jika DR. Romhi Djalilah sebagai calon gubernur perempuan, memiliki kapasitas yang lebih baik dari beberapa calon gubernur lain yang selama ini muncul, maka demi kemajuan NTB sudah seharusnya beliau diberikan kesempatan, jangan gunakan faktor jenis kelamin untuk menjenggal seseorang yang memiliki kapasitas untuk memimpin NTB.
Sehingga pada akhirnya a, yang akan muncul menjadi pengganti TGB adalah tokoh yang benar-benar memiliki kapasitas melanjutkan ikhtiar membangun NTB, bukan karena preferensi jenis kelamin, bukan karena latar belakang keluarga, bukan karena popularitas semata atau bahkan karena faktor materi yang dimiliki.
Penulis: Rijal Rivaldi
Mahasiswa Magister Ilmu Administrasi Pajak-Universitas Indonesia
Tergabung Dalam Aliansi Pemuda NTB-Jakarta
Ditambah dengan fakta bahwa sampai sejauh ini tidak ada fatwa atau ajaran dalam agama islam yang secara jelas menyatakan bahwa memilih calon pemimpin perempuan adalah haram hukumnya menambahkan besar peluang untuk terpilihnya gubernur dari kalangan perempuan.
Yang terpenting bagi NTB saat ini adalah memilih Gubernur yang bisa melanjutkan progres positif yang sudah dicapai gubernur sebelumnya yaitu Tuan Guru Bajang (TGB), yang disebut membawa NTB ke dalam track mensejajarkan diri dengan provinsi lain di Indonesia. Maka yang harus menjadi fokus pembahasan adalah kapasitas yang bersangkutan, bukan jenis kelaminnya, jika DR. Romhi Djalilah sebagai calon gubernur perempuan, memiliki kapasitas yang lebih baik dari beberapa calon gubernur lain yang selama ini muncul, maka demi kemajuan NTB sudah seharusnya beliau diberikan kesempatan, jangan gunakan faktor jenis kelamin untuk menjenggal seseorang yang memiliki kapasitas untuk memimpin NTB.
Sehingga pada akhirnya a, yang akan muncul menjadi pengganti TGB adalah tokoh yang benar-benar memiliki kapasitas melanjutkan ikhtiar membangun NTB, bukan karena preferensi jenis kelamin, bukan karena latar belakang keluarga, bukan karena popularitas semata atau bahkan karena faktor materi yang dimiliki.
Penulis: Rijal Rivaldi
Mahasiswa Magister Ilmu Administrasi Pajak-Universitas Indonesia
Tergabung Dalam Aliansi Pemuda NTB-Jakarta